Ketika kecelakaan kerja terjadi, kita sering konsentrasi perhatian pada individu (pekerja) dan kekeliruan yang ia kerjakan sebagai pemicunya. Namun perlu Kamu mengerti, hal sejenis itu bukanlah hanya satu cara untuk lihat jalinan pada kecelakaan kerja dengan kekeliruan manusia (human error).
Tentu Kamu pernah mendengar bila penyebabnya menguasai kecelakaan kerja yaitu kekeliruan manusia (human error) dan pekerja jadi sumber pemicunya. Benarkah? Ditulis dari portalgaruda. org, Tulus Winarsunu dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Keselamatan Kerja” menyampaikan, human error dapat menyebabkan 80% sampai 90% kecelakaan kerja.
Pandangan sama juga dikemukakan Heinrich dalam bukunya berjudul " The Origin of Accident ", meletakkan unsafe act sebagai penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yaitu sejumlah 88%. Asumsi unsafe act atau tingkah laku tidak aman sama seperti berasumsi manusia sebagai akar permasalahan.
Penyebabnya kecelakaan menurut Heinrich
Dengan berasumsi manusia (pekerja) sebagai akar permasalahan, banyak pemimpin yang memberlakukan prosedur kerja yang ketat, hingga pekerja harus ikuti ketetapan itu dan tidak bisa melanggarnya. Jika satu kelalaian terjadi, berikut yang dikira sebagai sebuah unsafe act dan 'manusia' dikira sebagai akar pemicunya.
Dalam hal semacam ini terlihat bila aspek manusia memang memegang fungsi penting dalam system keselamatan dan sebaliknya, dalam memastikan terjadinya kecelakaan kerja. Namun benarkah kecelakaan kerja yang terjadi karena human error dikarenakan mutlak oleh individu (pekerja) saja?
Human Error, Klasifikasi dan Aspek Pemicunya
Apakah itu human error? Menurut Dhillon, human error didefinisikan sebagai kegagalan untuk merampungkan sebuah pekerjaan atau melakukan tindakan yg tidak diizinkan yang dapat menyebabkan cedera, rusaknya perlengkapan atau property, dan menghalangi sistem pekerjaan. Sedang menurut George A. Peters, human error yaitu suatu penyimpangan dari suatu performansi standard yang telah ditetapkan sebelumnya, yang menyebabkan ada penundaan waktu yg tidak dikehendaki, kesusahan, permasalahan, insiden, dan kegagalan.
Ada juga yang memiliki pendapat bila human error dapat digolongkan sebagai ketidaksesuaian kerja yang tidak cuma dikarenakan oleh kekeliruan manusia, tetapi juga karena ada kekeliruan pada perancangan dan prosedur kerja. Terdapat tiga kelompok human error yang baiknya Kamu kenali, satu diantaranya :
- Exogeneous vs Endogeneous, datang dari luar ataupun dari dalam individu.
- Situasi vs rencana, misalnya rencana system, rencana prosedur kerja, pengambilan ketentuan, dan mengeksekusi pekerjaan.
- Tingkat analisis, misalnya persepsi pada semasing individu
Pada intinya terdapat klasifikasi human error yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi penyebabnya kekeliruan. Berikut klasifikasi dari human error pada umumnya :
1. Induced Human Error Sistem
Terjadinya kekeliruan yang dilakukan pekerja dikarenakan mekanisme suatu system. Misalnya, ketentuan dari manajemen kurang ketat atau manajemen kurang mengaplikasikan kedisiplinan.
2. Induced Human Error Design
Perancangan atau design system kerja yang kurang baik sangat mungkin pekerja melakukan kekeliruan. Sesuai sama ketentuan atau hukum Murphy (Murphy Law), jika perlengkapan di desain tidak cocok dengan pemakai (dalam soal ergonomis), maka terdapat peluang akan terjadi ketidaksesuaian dalam pemakaian perlengkapan itu, yang punya potensi menyebabkan human error.
3. Pure Human Error
Kekeliruan murni datang dari pekerja tersebut, misalnya kurangnya pengalaman, kekuatan, dan segi psikologis.
Sedang penyebabnya terjadinya human error mencakup beberapa aspek, satu diantaranya :
Aspek individu
- Tingkat ketrampilan dan kompetensi yang rendah
- Pekerja alami kelelahan dan tidak konsentrasi saat bekerja
- Pekerja alami stres
- Pekerja menanggung derita sakit atau permasalahan medis yang lain
Aspek pekerjaan
- Desain perlengkapan yang tidak cocok atau tidak pas dengan pemakai
- Kondisi lingkungan kerja dan tata letak perlengkapan yang jelek
- Prosedur kerja tidak terang
- Peralatan kerja tidak layak seperti sepatu safety yang sudah rusak atau helm safety yang sudah retak namun masih tetap digunakan.
- Kompleksitas pekerjaan dan keadaan yang berlebihan
- Pencahayaan kurang baik
- Tingkat kebisingan berlebihan
- Rancangan tata letak sarana kerja yang jelek
Aspek Manajemen
- Prosedur kerja yang jelek
- Standard Operating Procedures (SOP) yang jelek
- Pelatihan dan pengawasan yang kurang mencukupi
- Manajemen hanya mengaplikasikan komunikasi satu arah
- Kurangnya koordinasi dan tanggung jawab
- Lemahnya tanggapan jika terjadi kecelakaan kerja
- Sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang jelek
- Buruknya budaya K3 di perusahaan
Human Error dan Kecelakaan Kerja : Tahu Gagasan Blunt End vs Sharp End
Dalam prakteknya, human error terjadi ketika rangkaian kesibukan kerja sudah direncanakan, nyatanya jalan tidak seperti apa yang dikehendaki atau diinginkan, sampai tidak berhasil meraih tujuan yang sudah diputuskan. Kegagalan ini memiliki dampak yang menyebabkan kemungkinan pada aspek individu, pekerjaan, dan manajemen, yang imbasnya dapat berbuntut pada terjadinya kecelakaan kerja.
Untuk menganalisis jalinan pada human error dan kecelakaan, prinsip basic yang dipakai baiknya tidak terlalu fokus hanya pada kekeliruan individu saja, tetapi pendekatan systemnya harus juga ditelaah. Pandangan baru mengenai human error tunjukkan bila human error bukanlah penyebabnya kegagalan, ini yaitu efek atau tanda-tanda permasalahan yang lebih kompleks. Human error automatis tersambung ke perlengkapan kerja yang dipakai, pekerjaan dan lingkungan kerja, dan human error bukanlah kesimpulan dari investigasi insiden, hal itu adalah titik awal untuk perbaikan system keseluruhannya.
Mengerti Rencana Blunt End vs Sharp End
Apakah Kamu pernah mendengar atau membaca buku Safety I dan Safety II : The Past and Future od Safety Management? Buku karya Erik Hollnagel ini memberi pernyataan tentang " manusia yang diperlakukan seperti mesin ". Dalam bukunya, Hollnagel menerangkan bila manusia harus sesuaikan kesibukan pekerjaannya berdasar pada prosedur yang berlaku dan manusia tidak diizinkan untuk melakukan macam performa (performance variability) dari prosedur yang telah diputuskan. Hal semacam ini dikarenakan pembuat prosedur (pihak manajemen) meyakini bila prosedur yang ia rancang yaitu yang paling benar, sesaat yang lain salah.
Dalam jalinan human error dan kecelakaan kerja, Hollnagel memberi analogi blunt end (segi tumpul) dan sharp end (ujung tajam) seperti pensil. Blunt end yaitu pihak manajemen atau mereka yg tidak melakukan pekerjaan dengan cara segera di lapangan, namun dapat mengatur semua pekerjaan melalui ketentuan atau prosedur yang dibuatnya. Sharp end yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan segera di lapangan.
Blunt End vs Sharp End
Ada jurang pemisah atau ‘gap’ pada blunt end dan sharp end bikin manusia sebagai hal yang paling penting dalam suatu system jadi seperti mesin. Terkadang, pihak yang berada pada blunt end tidak mengerti pekerjaan secara detail yang ditangani sharp end. Blunt end membuat prosedur pekerjaan sedemikian rupa yang sebenarnya terkadang tidak dapat dilakukan seutuhnya oleh sharp end, hingga pihak sharp end sangat terpaksa harus melakukan penyesuaian performa agar tetaplah bekerja sesuai prosedur.
Ada ‘gap’ berikut yang dapat menyebabkan fatal. Penyesuaian performa yang dilakukan pekerja terkadang dapat berisiko besar terjadinya kecelakaan kerja. Walau kesempatan kesuksesan sharp end (pekerja) untuk bekerja dengan cara aman dapat semakin besar dibanding kesempatan terjadinya kecelakaan, namun beberapa besar orang terlebih pihak manajemen masihlah lihat sharp end (pekerja) sebagai penyebabnya terjadinya kecelakaan.
Menyikapi hal sejenis ini, National Safety Council (NSC), organisasi nirlaba yang mempromosikan K3 di Amerika Serikat ini sesungguhnya tidak sepakat dengan jumlah penyebabnya kecelakaan pada Heinrich, yang mengutamakan aspek individu sebagai penyebabnya menguasai pada human error. NSC pun memberi persentase 88% untuk unsafe act dan 78% untuk mechanical hazard. NSC berikan angka penyebabnya kecelakaan yang komprehensif dan lihat kecelakaan dari beberapa penyebabnya dan tidaklah terlalu menyalahkan manusia sebagai penyebabnya kecelakaan.
Penyebabnya kecelakaan menurut National Safety Council (NSC)
Jadi dasarnya, walau human error menguasai jadi penyebabnya kecelakaan kerja, namun akar masalahnya bukan sekedar bertumpu pada aspek individu (pekerja) saja. Aspek pekerjaan dan aspek manajemen perusahaan juga jadi penyebabnya lain yang merubah human error dalam menyebabkan kecelakaan kerja atau kegagalan yang lain.
Jauhi melihat individu sebagai hanya satu aspek penyebabnya terjadinya human error dan sebaiknya pusatkan untuk tingkatkan performa system K3 di perusahaan Kamu. Pada intinya, human error mustahil hilang seutuhnya, namun Kamu dapat menghadapinya agar tidak sering terjadi.
Di sinilah peran manajemen dan pekerja sangat diperlukan, dari mulai melakukan tindakan preventif untuk meminimalkan terjadinya kekeliruan, mengidentifikasi kekeliruan dan menyelidiki aspek pemicunya, sampai melakukan mitigasi kekeliruan untuk meminimalisir kemungkinan dan kerugian yang dibuat dari kekeliruan itu.
Pengawasan, pelajari, dan memberi kursus untuk pekerja juga sebaiknya dilakukan untuk meminimalisir human error dalam pekerjaan. Diluar itu, menumbuhkan budaya K3 juga jadi penting untuk di perhatikan untuk meminimalisir kemungkinan cedera dan kecelakaan kerja yang dikarenakan human error.
Tentu Kamu pernah mendengar bila penyebabnya menguasai kecelakaan kerja yaitu kekeliruan manusia (human error) dan pekerja jadi sumber pemicunya. Benarkah? Ditulis dari portalgaruda. org, Tulus Winarsunu dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Keselamatan Kerja” menyampaikan, human error dapat menyebabkan 80% sampai 90% kecelakaan kerja.
Pandangan sama juga dikemukakan Heinrich dalam bukunya berjudul " The Origin of Accident ", meletakkan unsafe act sebagai penyumbang terbesar kecelakaan kerja, yaitu sejumlah 88%. Asumsi unsafe act atau tingkah laku tidak aman sama seperti berasumsi manusia sebagai akar permasalahan.
Penyebabnya kecelakaan menurut Heinrich
Dengan berasumsi manusia (pekerja) sebagai akar permasalahan, banyak pemimpin yang memberlakukan prosedur kerja yang ketat, hingga pekerja harus ikuti ketetapan itu dan tidak bisa melanggarnya. Jika satu kelalaian terjadi, berikut yang dikira sebagai sebuah unsafe act dan 'manusia' dikira sebagai akar pemicunya.
Dalam hal semacam ini terlihat bila aspek manusia memang memegang fungsi penting dalam system keselamatan dan sebaliknya, dalam memastikan terjadinya kecelakaan kerja. Namun benarkah kecelakaan kerja yang terjadi karena human error dikarenakan mutlak oleh individu (pekerja) saja?
Human Error, Klasifikasi dan Aspek Pemicunya
Apakah itu human error? Menurut Dhillon, human error didefinisikan sebagai kegagalan untuk merampungkan sebuah pekerjaan atau melakukan tindakan yg tidak diizinkan yang dapat menyebabkan cedera, rusaknya perlengkapan atau property, dan menghalangi sistem pekerjaan. Sedang menurut George A. Peters, human error yaitu suatu penyimpangan dari suatu performansi standard yang telah ditetapkan sebelumnya, yang menyebabkan ada penundaan waktu yg tidak dikehendaki, kesusahan, permasalahan, insiden, dan kegagalan.
Ada juga yang memiliki pendapat bila human error dapat digolongkan sebagai ketidaksesuaian kerja yang tidak cuma dikarenakan oleh kekeliruan manusia, tetapi juga karena ada kekeliruan pada perancangan dan prosedur kerja. Terdapat tiga kelompok human error yang baiknya Kamu kenali, satu diantaranya :
- Exogeneous vs Endogeneous, datang dari luar ataupun dari dalam individu.
- Situasi vs rencana, misalnya rencana system, rencana prosedur kerja, pengambilan ketentuan, dan mengeksekusi pekerjaan.
- Tingkat analisis, misalnya persepsi pada semasing individu
Pada intinya terdapat klasifikasi human error yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi penyebabnya kekeliruan. Berikut klasifikasi dari human error pada umumnya :
1. Induced Human Error Sistem
Terjadinya kekeliruan yang dilakukan pekerja dikarenakan mekanisme suatu system. Misalnya, ketentuan dari manajemen kurang ketat atau manajemen kurang mengaplikasikan kedisiplinan.
2. Induced Human Error Design
Perancangan atau design system kerja yang kurang baik sangat mungkin pekerja melakukan kekeliruan. Sesuai sama ketentuan atau hukum Murphy (Murphy Law), jika perlengkapan di desain tidak cocok dengan pemakai (dalam soal ergonomis), maka terdapat peluang akan terjadi ketidaksesuaian dalam pemakaian perlengkapan itu, yang punya potensi menyebabkan human error.
3. Pure Human Error
Kekeliruan murni datang dari pekerja tersebut, misalnya kurangnya pengalaman, kekuatan, dan segi psikologis.
Sedang penyebabnya terjadinya human error mencakup beberapa aspek, satu diantaranya :
Aspek individu
- Tingkat ketrampilan dan kompetensi yang rendah
- Pekerja alami kelelahan dan tidak konsentrasi saat bekerja
- Pekerja alami stres
- Pekerja menanggung derita sakit atau permasalahan medis yang lain
Aspek pekerjaan
- Desain perlengkapan yang tidak cocok atau tidak pas dengan pemakai
- Kondisi lingkungan kerja dan tata letak perlengkapan yang jelek
- Prosedur kerja tidak terang
- Peralatan kerja tidak layak seperti sepatu safety yang sudah rusak atau helm safety yang sudah retak namun masih tetap digunakan.
- Kompleksitas pekerjaan dan keadaan yang berlebihan
- Pencahayaan kurang baik
- Tingkat kebisingan berlebihan
- Rancangan tata letak sarana kerja yang jelek
Aspek Manajemen
- Prosedur kerja yang jelek
- Standard Operating Procedures (SOP) yang jelek
- Pelatihan dan pengawasan yang kurang mencukupi
- Manajemen hanya mengaplikasikan komunikasi satu arah
- Kurangnya koordinasi dan tanggung jawab
- Lemahnya tanggapan jika terjadi kecelakaan kerja
- Sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang jelek
- Buruknya budaya K3 di perusahaan
Human Error dan Kecelakaan Kerja : Tahu Gagasan Blunt End vs Sharp End
Dalam prakteknya, human error terjadi ketika rangkaian kesibukan kerja sudah direncanakan, nyatanya jalan tidak seperti apa yang dikehendaki atau diinginkan, sampai tidak berhasil meraih tujuan yang sudah diputuskan. Kegagalan ini memiliki dampak yang menyebabkan kemungkinan pada aspek individu, pekerjaan, dan manajemen, yang imbasnya dapat berbuntut pada terjadinya kecelakaan kerja.
Untuk menganalisis jalinan pada human error dan kecelakaan, prinsip basic yang dipakai baiknya tidak terlalu fokus hanya pada kekeliruan individu saja, tetapi pendekatan systemnya harus juga ditelaah. Pandangan baru mengenai human error tunjukkan bila human error bukanlah penyebabnya kegagalan, ini yaitu efek atau tanda-tanda permasalahan yang lebih kompleks. Human error automatis tersambung ke perlengkapan kerja yang dipakai, pekerjaan dan lingkungan kerja, dan human error bukanlah kesimpulan dari investigasi insiden, hal itu adalah titik awal untuk perbaikan system keseluruhannya.
Mengerti Rencana Blunt End vs Sharp End
Apakah Kamu pernah mendengar atau membaca buku Safety I dan Safety II : The Past and Future od Safety Management? Buku karya Erik Hollnagel ini memberi pernyataan tentang " manusia yang diperlakukan seperti mesin ". Dalam bukunya, Hollnagel menerangkan bila manusia harus sesuaikan kesibukan pekerjaannya berdasar pada prosedur yang berlaku dan manusia tidak diizinkan untuk melakukan macam performa (performance variability) dari prosedur yang telah diputuskan. Hal semacam ini dikarenakan pembuat prosedur (pihak manajemen) meyakini bila prosedur yang ia rancang yaitu yang paling benar, sesaat yang lain salah.
Dalam jalinan human error dan kecelakaan kerja, Hollnagel memberi analogi blunt end (segi tumpul) dan sharp end (ujung tajam) seperti pensil. Blunt end yaitu pihak manajemen atau mereka yg tidak melakukan pekerjaan dengan cara segera di lapangan, namun dapat mengatur semua pekerjaan melalui ketentuan atau prosedur yang dibuatnya. Sharp end yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan segera di lapangan.
Blunt End vs Sharp End
Ada jurang pemisah atau ‘gap’ pada blunt end dan sharp end bikin manusia sebagai hal yang paling penting dalam suatu system jadi seperti mesin. Terkadang, pihak yang berada pada blunt end tidak mengerti pekerjaan secara detail yang ditangani sharp end. Blunt end membuat prosedur pekerjaan sedemikian rupa yang sebenarnya terkadang tidak dapat dilakukan seutuhnya oleh sharp end, hingga pihak sharp end sangat terpaksa harus melakukan penyesuaian performa agar tetaplah bekerja sesuai prosedur.
Ada ‘gap’ berikut yang dapat menyebabkan fatal. Penyesuaian performa yang dilakukan pekerja terkadang dapat berisiko besar terjadinya kecelakaan kerja. Walau kesempatan kesuksesan sharp end (pekerja) untuk bekerja dengan cara aman dapat semakin besar dibanding kesempatan terjadinya kecelakaan, namun beberapa besar orang terlebih pihak manajemen masihlah lihat sharp end (pekerja) sebagai penyebabnya terjadinya kecelakaan.
Menyikapi hal sejenis ini, National Safety Council (NSC), organisasi nirlaba yang mempromosikan K3 di Amerika Serikat ini sesungguhnya tidak sepakat dengan jumlah penyebabnya kecelakaan pada Heinrich, yang mengutamakan aspek individu sebagai penyebabnya menguasai pada human error. NSC pun memberi persentase 88% untuk unsafe act dan 78% untuk mechanical hazard. NSC berikan angka penyebabnya kecelakaan yang komprehensif dan lihat kecelakaan dari beberapa penyebabnya dan tidaklah terlalu menyalahkan manusia sebagai penyebabnya kecelakaan.
Penyebabnya kecelakaan menurut National Safety Council (NSC)
Jadi dasarnya, walau human error menguasai jadi penyebabnya kecelakaan kerja, namun akar masalahnya bukan sekedar bertumpu pada aspek individu (pekerja) saja. Aspek pekerjaan dan aspek manajemen perusahaan juga jadi penyebabnya lain yang merubah human error dalam menyebabkan kecelakaan kerja atau kegagalan yang lain.
Jauhi melihat individu sebagai hanya satu aspek penyebabnya terjadinya human error dan sebaiknya pusatkan untuk tingkatkan performa system K3 di perusahaan Kamu. Pada intinya, human error mustahil hilang seutuhnya, namun Kamu dapat menghadapinya agar tidak sering terjadi.
Di sinilah peran manajemen dan pekerja sangat diperlukan, dari mulai melakukan tindakan preventif untuk meminimalkan terjadinya kekeliruan, mengidentifikasi kekeliruan dan menyelidiki aspek pemicunya, sampai melakukan mitigasi kekeliruan untuk meminimalisir kemungkinan dan kerugian yang dibuat dari kekeliruan itu.
Pengawasan, pelajari, dan memberi kursus untuk pekerja juga sebaiknya dilakukan untuk meminimalisir human error dalam pekerjaan. Diluar itu, menumbuhkan budaya K3 juga jadi penting untuk di perhatikan untuk meminimalisir kemungkinan cedera dan kecelakaan kerja yang dikarenakan human error.